Teori Konsumsi
Pengeluaran konsumsi terdiri dari konsumsi pemerintah
(government consumption) dan konsumsi rumah tangga (household
consumption/private consumption). Factor-faktor yang mempengaruhi besarnya
pengeluaran konsumsi rumah tangga, antara lain :
1.
Faktor
Ekonomi
Empat faktor yang menentukan tingkat
konsumsi, yaitu :

Pendapatan rumah tangga amat besar
pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi. Biasanya makin baik tingkat
pendapatan, tongkat konsumsi makin tinggi. Karena ketika tingkat pendapatan
meningkat, kemampuan rumah tangga untuk membeli aneka kebutuhan konsumsi
menjadi semakin besar atau mungkin juga pola hidup menjadi semakin konsumtif,
setidak-tidaknya semakin menuntut kualitas yang baik.

Tercakup dalam pengertian kekayaaan rumah
tangga adalah kekayaan rill (rumah, tanah, dan mobil) dan financial (deposito
berjangka, saham, dan surat-surat berharga). Kekayaan tersebut dapat
meningkatkan konsumsi, karena menambah pendapatan disposable

Tingkat bunga yang tinggi dapat mengurangi
keinginan konsumsi. Dengan tingkat bunga yang tinggi, maka biaya ekonomi
(opportunity cost) dari kegiatan konsumsi akan semakin maha. Bagi mereka yang
ingin mengonsumsi dengan berutang dahulu, misalnya dengan meminjam dari
bankatau menggunakan kartu kredit, biaya bunga semakin mahal, sehingga lebih
baik menunda/mengurangi konsumsi.

Faktor-faktor internal yang dipergunakan
untuk memperkirakan prospek masa depan rumah tangga antara lain pekerjaan,
karier dan gaji yang menjanjikan, banyak anggota keluarga yang telah bekerja.
Sedangkan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi antara
lain kondisi perekonomian domestic dan internasional, jenis-jenis dan arah
kebijakan ekonomi yang dijalankan pemerintah.
- Faktor Demografi

Jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar
pengeluaran konsumsi secara menyeluruh, walaupun pengeluaran rata-rata per
orang atau per keluarga relative rendah. Pengeluaran konsumsi suatu negara akan
sangat besar, bila jumlah penduduk sangat banyak dan pendapatan per kapita
sangat tinggi.

Pengaruh komposisi penduduk terhadap tingkat
konsumsi, antara lain :



3.
Faktor-faktor
Non Ekonomi
Factor-faktor non-ekonomi yang paling
berpengaruh terhadap besarnya konsumsi adalah faktor social budaya
masyarakat. Misalnya saja, berubahnya pola kebiasaan makan, perubahan etika dan
tata nilai karena ingin meniru kelompok masyarakat lain yang dianggap lebih
hebat/ideal.
Teori Keynes ( Keynesian Consumption Model )
a. Hubungan
Pendapatan Diposable dan Konsumsi
Keynes menjelaskan bahwa konsumsi saat ini
(current consumption) sangat dipengaruhi oleh pendapatan diposabel saat ini
(current diposable income). Jika pendapatan disposabel meningkat, maka konsumsi
juga akan meningkat. Hanya saja peningkatan konsumsi tersebut tidak sebesar peningkatan
pendapatan diposabel.
C = Co + bYd
Ket : C =
konsumsi
Co = konsumsi otonomus
b = marginal propensity to consume
(MPC)
Yd = pendapatan diposable
0 < b < 1
b. Kecenderungan
Mengonsumsi Marjinal
Kecenderungan mengonsumsi marjinal (Marginal Propensity to Consume,
disingkat MPC) adalah konsep yang memberikan gambaran tentang berapa konsumsi
akan bertambah bila pendapatan disposabel bertambah satu unit.
MPC = CYd
0 < MPC < 1
c.
Kecenderungan Mengonsumsi Rata-Rata
Kecenderungan mengonsumsi rata-rata (Average Propensity to
Consum, disingkat APC) adalah rasio antara konsumsi total dengan
pendapatan
disposabel total.
APC = CYd
Karena besarnya MPC < 1, maka APC < 1
d. Hubungan Konsumsi dan Tabungan
Pendapatan disposabel yang diterima rumah tangga sebagian besar
digunakan untuk konsums, sedangkan
sisanya ditabung. Kita juga dapat
mengatakan setiap tambahan penghasilan
disposabel akan dialokasikan untuk
menambah konsumsi dan tabungan. Besarnya
tambahan pendapatan
disposabel yang menjadi tambahan
tabungan disebut kecenderungan
menabung marginal (Marginal
Propensity to Save/MPS). Sedangkan rasio
antara tingkat tabungan dengan pendapatan
disposabel disebut kecenderungan
menabung rata-rata (Avarage
Propensity to Save/APS)
Rumus :
Yd
= C + S (saving)
MPS = 1 –
MPC
APS = 1 –
APC
Teori Investasi
Investasi adalah keputusan menunda
konsumsi sumber daya atau bagian penghasilan demi meningkatkan kemampuan,
menambah/menciptakan nilai hidup (penghasilan dan kekayaan). Investasi bukan
hanya dalam bentuk fisik, melainkan juga non fisik, terutama peningkatan
kualitas sumber daya manusia.
Dalam teori ekonomi makro yang dibahas
adalah investasi fisik. Dengan pembatasan tersebut maka definisi investasi
dapat lebih dipertajam sebagai pengeluaran-pengeluaran yang meningkatkan stok
barang modal. Stok barang modal adalah jumlah barang modal dalam suatu
perekonomian pada saat tertentu.
a. Investasi Dalam Bentuk Barang Modal
dan Bangunan
Yang tercakup dalam investasi barang modal dan bangunan adalah
pengeluaran-pengeluaran untuk pembelian pabrik, mesin, peralatan produksi,
bangunan/gedung yang baru. Karena daya tahan madal dan bangunan umumnya lebih
dari setahun, seringkali investasi ini disebut sebagai investasi dalam bentuk
harta tetap (fixed investment).
Di Indonesia, istilah yang
setara dengan fixed investment adalah pembentukan modal tetap domestic bruto
(PMTDB). Supaya lebih akurat, jumlah investasi yang perlu diperhatikan adalah
investasi bersih yaitu PMTDB dikurangi penyusutan.
b. Investasi Persediaan
Perusahaan seringkali memproduksi barang lebih banyak daripada target
penjualan. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan. Tentu
saja investasi persediaan diharapkan meningkatkan penghasilan/keuntungan.
Persediaan barang tersebut dikatakan sebagai investasi yang direncanakan atau
investasi yang diinginkan karena telah direncanakan. Selain barang jadi,
investasi dapat juga dilakukuan dalam bentuk persediaan barang baku dan setengah
jadi.
Nilai Waktu dari Uang
1. Nilai Sekarang ( Present Value )
Nilai nominal dari sejumlah mata uang belum tentu akan
lebih berharga dimasa datang. Hal ini sangat tergantung dari tingkat
pengembalian investasi yang diinginkan.

(1+r)
X = Nilai
sekarang
t =
Waktu
r
= Faktor diskonto
2. Nilai Masa Mendatang ( Future Value )
Menghintung nilai masa mendatang
adalah kebalikan dari menghitung nilai
sekarang dari output investasi
yang direncanakan. Sekalipun melihat dari
sudut pandang yang bertolak
belakang, keputusan yang dihasilkan tetap sama.
F = A
(1+r) Ket : F
= Nilai masa mendatang yang diharapkan
A = Investasi awal
t =
Waktu
Kriteria Investasi
a. Payback Period
Payback period adalah waktu yang
dibutuhkan agar investasi yang direncanakan dapat dikembalikan, atau waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai titik impas. Jika waktu yang dibutuhkan makin pendek,
proposal investasi dianggap makin baik. Kendatipun demikian, kita harus
berhati-hati menafsirkan kriteria payback period ini. Sebab ada investasi yang
baru menguntungkan dalam jangka panjang (> 5 tahun).
b. Benefit/Cost Ratio (B/C Ratio)
B/C ratio mengukur mana yang
lebih besar, biaya yang dikeluarkan dibanding hasil (output) yang diperoleh.
Biaya yang dikeluarkan dinotasikan dengan C (cost). Output yang dihasilkan
dinotasikan dengan B (benefit). Keputusan menerima atau menolak proposal
investasi dapat dilakukan dengan melihat nilai B/C. Umumnya, proposal investasi
baru diterima jika B/C > 1, sebab berarti output yang dihasilkan lebih besar
daripada biaya yang dikeluarkan.
c. Net Present Value (NPV)
Perhitungan dengan menggunakan
nilai nominal dapat menyesatkan, sebab tidak memperhitungkan nilai waktu dari
uang. Untuk membuat hasil lebih akurat, maka nilai sekarang didiskontokan.
Keuntungan dari menggunakan metode diskonto adalah kita dapat langsung
menghitung selisih nilai sekarang dari biaya total dengan penerimaan total
bersih. Selisih inilah yang disebut net present value. Suatu proposal investasi
akan diterima jika NPV > 0, sebab nilai sekarang dari penerimaan total lebih
besar daripada nilai sekarang dari biaya total.
d. Internal Rate of Return (IRR)
Internal rate of return adalah
nilai tingkat pengembalian investasi, dihitung pada saat NPV sama dengan nol.
Keputusan menerima/menolak rencana investasi dilakukan berdasarkan hasil
perbandingan IRR dengan tingkat pengembalian investasi yang diinginkan (r).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Investasi
a. Tingkat Pengembalian yang Diharapkan (Expected
Rate of Return)
1. Kondisi Internal Perusahaan
Kondisi internal adalah faktor-faktor yang berada di
bawah kontrol
Perusahaan, seperti tingkat efisiensi, kualitas
SDM dan teknologi. Sedangkan
faktor non-teknis, seperti kepemilikkan hak dan atau
kekuatan monopoli,
kedekatan denga pusat kekuasaan, dan penguasaan
jalur informasi.
2. Kondisi Eksternal Perusahaan
Kondisi
eksternal yang perlu dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan
akan investasi utama adalah perkiraan tentang
tingkat produksi dan
pertumbuhan ekonomi domestic maupun internasional.
b. Biaya Investasi
Hal yangpaling menentukan adalah
tingkat bunga pinjaman. Makin tinggi tingkat bunganya maka biaya investasi
makin mahal. Akibatnya minat akan investasi makin menurun. Namun tidak jarang,
walaupun tingkat bunga pinjaman rendah, minat akan investasi tetap rendah. Hal
ini disebabkan biaya total investasi masih tinggi dan faktor yang mempengaruhi
adalah masalah kelembagaan.
c. Marginal Efficiency of Capital
(MEC), Tingkat Bunga, dan Marginal
Efficiency of Investement
(MEI)
1.
Marginal Efficiency of Capital (MEC), Investasi, dan Tingkat Bunga
MEC adalah tingkat pengembalian yang diharapkan dari setiap
tambahan barang modal.
2.
Marginal Effeciency of Capital (MEC) dan Marginal Efficiency of Investment (MEI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar